ANALISIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN DISAHKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

Penulis

  • Hendra Gunawan

Abstrak

Pengaturan hubungan antara pekerja dan pengusaha setelah disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja didasarkan pada jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang mana  telah menghapuskan ketentuan batas waktu PKWT yang sebelumnya diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau; d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan”. Namun setelah diundangkannya UU Cipta Kerja ketentuan pasal 59 ayat (1) huruf b menghilangkan pembatasan kategori “paling lama 3 (tiga) tahun” berkorelasi juga dengan hilangnya ayat (4) dalam Pasal 59 yang mengatur bahwa: “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”. Hilangnya ketentuan mengenai jangka waktu kerja tertentu tersebut, maka berdampak pada tidak memungkinkannya seseorang karyawan PKWT (kontrak) diangkat menjadi karyawan PKWWT (tetap).   Perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang di PHK secara sepihak setelah disahkan UU Cipta Kerja dinilai tidak memberikan perlindungan hukum yang  baik, justru merugikan pekerja/buruh, dimana dalam UU sebelumnya (UU Ketenagakerjaan) Pasal 151 ayat (2) yang berbunyi: “Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh. Apabila perundingan tidak mendapat persetujuan sesuai pasal 151 ayat (3), pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial”.

Kata kunci: Ketenagakerjaan, Cipta Kerja

##submission.downloads##

Diterbitkan

2023-02-14

Terbitan

Bagian

Articles